Sejarah Desa Kendal

31 Januari 2017 19:18:39 WIB

SEJARAH DESA KENDAL

                  Desa Kendal adalah suatu desa yang terletak di tengah - tengah desa yang lain di wilayah kecamatan. Tepatnya berada di sebelah Selatan kota kecamatan yang terdiri dari beberapa dusun yang asri, indah dan subur penuh dengan legenda yang masih tumbuh dan berkembang di masyarakat. Juga dikenal penduduknya sangat ramah dan penuh rasa persaudaraan. Penduduknya sangat menjunjung tinggi kebersamaan dan adat gotong – royong yang begitu erat, sehingga mendapat julukan “ Kendal Grubyuk “ ( selalu bersama ). Desa Kendal terdiri 4 dusun. Dari keempat dusun tersebut masing – masing memiliki cerita dan keunikan yang menarik.

Sedangkan asal – usul desa Kendal dari nara sumber yang dikisahkan secara turun- temurun adalah sebagai berikut. Pada jaman dahulu, disaat Prabu Brawijaya memerintah di kerajaan Majapahit, sang Prabu memiliki 2 ( dua ) istri yang sangat rukun. Dari Permaisurinya beliau memiliki seorang anak laki – laki yang bernama Pangeran Prawirayuda. Sedangkan dengan istri keduanya beliau di karuniai seorang Putri yang cantik jelita, dan diberi nama Raden Ayu Windrati. Mereka hidup bersama dengan penuh kedamaian. Setelah putra – Putri mereka beranjak dewasa, kerukunan itu justru semakin erat. Dengan kerukunan kedua anaknya itu sang Prabu tidak mempunyai kecurigaan apa – apa, namun trenyata kedua putra – putri kerajaan tersebut saling mencintai. Jalinan cinta keduanya sebenarnya sudah lama diketahui oleh kedua ibu mereka. Dan anehnya kisah cinta itu justru mendapat restu dari ibu masing-masing. Padahal menurut silsilah keluarga, mereka itu sedarah dan dilarang untuk menikah. Waktupun terus berjalan Pangeran dan putri ingin sekali meresmikan jalinan cinta kasih mereka di sebuah ikatan pernikahan. Mereka berharap mendapat restu dari sang ayah, walau sebenarnya saat itu sang ayah belum mengetahui jalinan kasih mereka. Mereka menunggu saat yang tepat untuk menyampaikan hal tersebut pada sang ayah.

Pada suatu hari mereka menghadap sang ayah secara bersama- sama untuk memohon restu beliau dengan didampingi kedua ibunya. Namun apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Sang Prabu tidak merestui hubungan mereka dan Beliau murka kepada keduanya. Setelah mendengar keputusan sang ayah Pangeran dan Putri sangat kecewa. Haripun berganti hari Pangeran Prawirayuda dan raden Ayu Windrati merencanakan sesuatu, mereka bermaksud meninggalkan kerajaan secara diam – diam. Pada suatu hari mereka berhasil pergi meninggalkan kerajaan tanpa sepengetahuan Sang Prabu. Setelah beberaapa lama kepergian merekapun diketahui oleh sang Prabu. Saat itu juga Sang Prabu Brawijaya menanyakan kepergian kedua anaknya kepada kedua istrinya. Akan tetapi kedua istri Sang Prabu juga tidak tahu menahu soal kepergian kedua anaknya. Kemudian sang prabu memerintahkan salah satu Punggawa kerajaan untuk mencari anak-anaknya yaitu Kyai Mojo.

Setelah mendapat perintah tersebut, dengan dibekali seekor Kuda Jantan yang gagah perkasa, dengan tujuan untuk mempermudah perjalanan dalam pencarian Pangeran dan Putri. Setelah mendapat perintah dari sang Raja, Kyai Mojo segera berangkat menjalankan tugas dengan modal petunjuk dari Telik Sandi. Menurut keterangan dari Telik Sandi kerajaan keduanya berada di Jawa sebelah selatan. Dengan keterangan tersebut maka Kyai Mojo bergegas berangkat ke daerah selatan pulau Jawa. Sesampai di sana, tibalah disebuah pedusunan kecil yamg asri dan subur, serta berhawa sejuk. Kiai Mojo berniat untuk istirahat membuang penat sambil menikmati keindahan alam pedusunan yang tersebut. Beliau berhenti disebuah di sebuah hutan yang terdapat di pinggir sawah, yang ada sumber airnya jernih dan alami.

Sore itu Kiai Mojo berteduh dibawah pohon di dekat sumber air yang oleh warga digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Pohon yang melindungi sumber air itu namanya kayu Kendal beliau duduk sambil berdo’a memohon petunjuk kepada yang Maha Kuasa agar semua tugas yang dia emban bisa berhasil dengan baik. Sementara itu kudanya diikat dibawah pohon yang rumputnya agak tebal disebelah utara sumber air tersebut. Setelah suasana mulai gelap Kyai Mojo mengumpulkan ranting-ranting kering, untuk dibuat perapian di samping kudanya diikat, agar tidak ada binatang buas yang mendekati dan mengganggu kuda tersebut. Setelah api menyala Kyai Mojo pergi ke dekat sendang kecil di bawah pohon Kendal itu. Dengan terbawa keheningan malam Kyai Mojo dan penuh Tafakur memohon petunjuk kepada yang Maha Kuasa agar beliau bisa menemukan Pangeran Prawirayuda dan Raden Ayu Windrati. Saat itu Kiai Mojo mendapat petunjuk bahwa keduanya masih berada di sekitar Dusun kecil tersebut. Dengan bekal petunjuk tersebut lalu Kiai Mojo bermaksud melanjutkan perjalanan. Belum sampai beliau berangkat tiba-tiba dikejutkan dengan teriakan dari orang-orang kampung dari kejauhan. alas kobong……………alas kobong……………!!!!!” dengan suara keras dan berkali-kali.

Para warga berlarian menuju sendang tersebut dengan tujuan mengambil air untuk memadamkan api. Kiai Mojo terkejut dan bergegas menengok api yang beliau nyalakan tadi. Ternyata api itu sudah membakar sebagian hutan dan terlihat asap membubung tinggi di angkasa. Kemudian Kiai Mojo segera menghampiri kudanya yang diikkat di sana. Ternyata kuda tersebut selamat. Para warga secara bersamaan berusaha mmemadamkan api. Sejak saat itu dengan adanya kejadian tersebut maka hutan itu dinamakan Alas kobong yang dikenal sampai sekarang. Dan di dalam hutan tersebut banyak menyimpan tanaman langka yang bisa digunakan untuk bahan obat tradisional.

2.1.      Asal – Usul Dusun Gunung Semut

Pada saat terjadi kebakaran di hutan tersebut Kiai Mojo memanfaatkan kesempatan. Lalu bertanya kepada warga tentang dua orang putra dan putri raja yang dicarinya. Beliau juga bilang pada warga bahwa menurut petunjuk diperkirakan mereka berdua pernah singgah dan tinggal sementara di daerah ini. Sebagian warga ada yang menjawab bahwa mereka pernah melihat keduanya. Bahkan mereka juga beristirahat di daerah itu dan sempat bersama-sama para petani menanam padi (Tandur). Mereka menanam padi di sawah yang berada di pinggir hutan tersebut. Sampai sekarang swah tersebut digunakan untuk menambanh kesejahteraan para aparat desa. Dan menurut cerita yang pernah saya dengar dari para warga yang sudah tua, dari masing – masing petak sawah itupun memiliki nama dan makna tersendiri.

Tetapi mereka ada yang melihat bahwa keduanya melanjutkan perjalanan kearah barat. Dengan bekal petunjuk warga setempat pagi harinya Kyai Mojo diajak berjalan-jalan melihat sebuah bukit kecil di sebelah selatan sawah, Menurut keterangan warga ada yang pernah melihat dua orang Putra-putri raja itu naik ke atas bukit kecil tersebut. Kemudian Kyai Mojo mencoba menaiki bukit untuk menemui keduanya. Sesampai diatas bukit, beliau tidak menemukan seorangpun di sana. Yang ada hanyalah banyak tumpukan rumah semut, selain banyak semutnya rumah semut itu kelihatan aneh dan unik. Dengan diketemukanya bukit yang banyak semutnya, maka daerah di sebelah selatan sawah itu dinamakan Gunung Semut yang sampai sekarang dikenal dengan sebutan dusun Gunung semut.

2.2.      Asal - Usul Dusun Ngaritan

Sekembalinya Kyai Mojo dari bukit kecil itu, dengan bekal petunjuk dari warga semalam Beliau melanjutkan perjalanan kearah barat. Agar perjalannya tidak diketahui oleh putra – putri Prabu Brawijaya beliau menyamar sebagai petani dan berjalan kaki, kudanya dititipkan orang kampung. Setelah lama berjalan Kyai Mojo sampai di suatu tempat, disitu banyak terlihat rumput hijau dan tempatnya luas sekali, beliau teringat pada kudanya yang ditinggalkan di kampung sebelah. Dia menyuruh salah satu warga yang ditemuinya lalu menyuruh orang tersebut mengambilkan rumput untuk pakan kudanya yang dititpkan di Kampung sebelah ( Jawa: Ngarit ). Dengan kejadian tersebut oleh Kyai Mojo tempat itu dinamakan Ngaritan ( tempat mencari rumput pakan ternak ). Sampai sekarang tempat itu menjadi pedusunan yang dinamakan Dusun Ngaritan.

Setelah minta tolong salah seorang penduduk untuk mengambil rumput dan mengantarkan ke tempat kudanya diikat, lalu beliau berjalan kearah selatan. Belum jauh melangkah, Kyai Mojo menemukan sebuah danau yang jernih airnya dan banyak dilihat binatang yang minum dan mandi disitu, beliau berjalan mendekat ke arah danau serta mengamati binatang apa yang berada di danau itu. Ternyata binatang itu adalah Badak yang sedang berkubang ( Jawa: Warak ) maka danau tersebut dinamakan telaga Guyang Warak dan terkenal sampai sekarang.

Telaga Guyang Warak sangat indah dan asri dan sekarang dijadikan tempat hiburan bagi warga setempat sebagai tempat memancing ikan. Diera pembangunan sekarang ini pemerintah mengupayakan kelestarian Danau tersebut dengan dipelihara keaslianya serta ditaburi bibit Ikan tertentu sebagai tempat pemancingan. Danau tersebut berada dipinggiran perbatasan antara dusun Ngaritan dan dusun Gunung Semut dan dibentengi bukit – bukit kecil yang menambah keindahan alam sekitarnya. Selain itu dapat juga menambah kemakmuran para petani disekitarnya. Karena dimisim kemarau airnya masih cukup dalam dan dimanfaatkan untuk menyirami tanaman di pinggir danau.

 

2.3.      Asal – Usul Dusun Padangan

Dalam perjalanan pencairan kedua Putra-Putri raja tersebut kearah selatan terhalang oleh danau, maka Kyai Mojo mengalihkan perjalanan kearah barat. Beliau berfikir bahwa perjalana kearah barat harus dilakukan malam hari. Dengan tujuan agar tidak diketahui oleh Pangeran Prawirayuda beserta Raden Ayu Windrati anak dari Prabu Brawijaya yang melarikan diri dari Kerajaan. Sambil menunggu malam tiba Kyai Mojo beristirahat di pinggir danau sambil menikmati indahnya alam pegunungan yang sejuk. Setelah malam tiba beliau melanjutkan perjalanan kearah barat sampai akhirnya tiba di ujung barat kampung. Beliu sampai disana sudah kesiangan atau kepagian ( Jawa: Kepadangen ), karena hal tersebut Kyai Mojo memberi nama tempat itu dengan sebutan Padangan ( kesiangan ). Sampai sekarang dipakai sebagai nama dusun diujung paling barat desa yaitu dusun Padangan. Sampai didaerah itu tak ditemukan petunjuk dan kabar tentang keberadaan kedua putra dan Putri raja tersebut. Kiai Mojo tidak lagi putus asa beliau tetap saja berusaha mencari kedua Putra putri Raja tersebut. Beliau memutuskan untuk kembali ke tempat semula dimana beliau meninggalkan kudanya, sambil merencanakan perjalanan berikutnya.

 

2.4.      Asal – Usul Dusun Krajan

. Sampai di Alas Kobong tempat dimana kudanya diikat, beliau dapat petunjuk dari sebagian warga bahwa ada yang melihat dua orang yang berada di sebuah Goa di ujung selatan dusun Gunung Semut. Dengan petunjuk tersebut bergegas Kyai Mojo menghampiri di mana letak Goa tersebut bearada. Setelah beberapa lama berjalan, Kyai Mojo sampai di dekat Goa itu, beliau berharap dapat menangkap basah mereka berdua. Akan tetapi sesampainya di sana beliau terkejut dan tercengang penuh kekecewaan, karena hanya sang putri Raden Ayu Windrati yang ditemui. Kyai Mojo menanyakan dimana pangeran Prawirayuda berada, sang putri menjawab bahwa Pangeran Prawirayuda sedang mencari bahan makanan di luar, sejak saat itu Goa itu dinamakan Goa Putri dan sekarang menjadi kebanggaan desa Kendal karena keindahan dan keunikan Stalaktit dan Stalakmitnya.

Tak lama kemudian datanglah Pangeran Prawirayuda dengan membawa bekal makanan yang cukup banyak. Dia tidak menyadari bahwa di dalam Goa tersebut sudah ada Kyai Mojo yang sudah mengetahui keberadaan mereka berdua. Pangeran Prawirayuda dengan penuh suka cita masuk ke dalam Goa. Tetapi betapa terkejutnya dia melihat keberadaan Kyai Mojo yang sudah berada di dalam goa tersebut. Beliau adalah seseoraaang yang diutus sang prabu untuk mencari mereka berdua. Pangeran Prawirayuda menyerah dan akhirnya berbincang-bincang untuk menanyakan kabar sang ayah. Perbincangan mereka kelihatan asyik dan tak terasa waktu sudah larut malam. Setelah mereka merasa capek mereka memutuskan untuk beristirahat. Dimalam itu secara diam-diam dengan penuh hati-hati mereka berusaha meloloskan diri dari Kyai Mojo. Akhirnya mereka berdua berhasil kabur dari dalam Goa tersebut.

Pagi hari setelah bangun tidur Kyai Mojo sangat terkejut, karena sudah tidak ditemui mereka berdua di dalam goa tersebut. Beliau bergegas kembali ke tempat kudanya diikat. Sesampai di Alas Kobong kudanya sudah tidak ada, tinggal tali kekang kudanya yang tersisa dan para wargapun tidak tahu kemana perginya kuda tersebut. Untuk mengenang jasa para penduduk maka tali kekang kuda tersebut diserahkan pada salah satu warga dusun yang dianggap sesepuh. Beliau juga berpesan bahwa suatu saat nanti kendali kuda ini akan bermanfaat bagi warga dusun tersebut. Untuk mengenang pemberian seorang punggawa kerajaan Majapahit tersebut, maka kampung tersebut dinamakan Kendal yang artinya Kendali , yang sampai sekarang nama peninggalan tersebut digunakan sebagai nama desa yaitu desa Kendal. Dengan nama tersebut warga dan Kyai Mojo berharap suatu saat desa tersebut akan menjadi kendali (contoh ) bagi desa-desa disekitarnya. Bertepatan dengan diserahkannya tali kekang kuda di rumah salah satu warga yang dianggap sesepuh di kampung. Untuk mengenang pemberian dari seorang punggawa kerajaan maka diputuskan bahwa nama dusun di sebelah timur Alas Kobong dinamakan dusun Krajan yang artinya tempat paling utama. Karena disitu tempat terjadinya perpisahan seorang punggawa kerajaan yang sangat patuh dan taat dalam mengemban tugas dan disitu juga terjadi nama sebuah desa yang terkumpul dari beberapa perkampungan kecil. Selesai menyerahkan kendali tersebut Kyai Mojo melanjutkan perjalanan kearah selatan, dengan petunjuk yang maha kuasa dan bukti-bukti dari informasi penduduk akhirnya kedua Putra-putri raja tersebut ditemukan di pesisir selatan pulau jawa di suatu kampung yang bernama desa Kalak dan sampai sekarang punya petilasan yang disebut Gedong Kalak yang menurut cerita orang tua mempunyai hubungan erat dengan Gedong Kendal yang merupakan tempat Pemakaman Umum di desa Kendal.

Hingga saat ini desa Kendal terdiri dari 4 dusun yaitu: Dusun gunung Semut, Dusun Ngaritan, Dusun Padangan dan Dusun Krajan. Menurut sejarah kepemimpinan desa Kendal dari jaman dahulu sampai sekarang antara lain: Dono Pawiro, Joyo Wiryo, Sadari, Sarjo, Atmoredjo, Tarmin Tjipto Wiyono, Imam Sudjadi, Suharyono, Yuli Sudyono.         dan saat ini dipimpin oleh Kepala desa yang bernama Bambang Widodo.

Demikian sejarah asal-usul desa Kendal yang sampai sekarang telah diabadikan sejarahnya, agar dapat dikenang dan difahami oleh warga desa Kendal sampai ke anak cucu nantinya.

2.5.      Sejarah Kepemimpinan Desa Kendal

Adapun sejarah kepemimpinan desa Kendal dari jaman dahulu sampai saat ini dapat kita lihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel Nama – Nama Kepala desa Kendal

NO

MASA JABATAN

NAMA KEPALA DESA

KET.

1

…..         -     …..

DONO PAWIRO

 

2

…..         -     …..

JOYO WIRYO

 

3

…..         -     …..

SADARI

 

4

…..         -     …..

SARDJO

 

5

………   -       1981

ATMOREDJO

 

6

1981       -       1990

TARMIN TJIPTO WIYONO

 

7

1990       -       1998

IMAM SUDJADI

 

8

1998       -       2006

SUHARYONO

 

9

2007       -     2013

YULI SUDYONO

 

10

2013       -     2019

BAMBANG WIDODO

 

11

2019 -

DWI YANTA

PJ. KEPALA DESA

 

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Jumlah pengunjung

Lokasi Kendal

tampilkan dalam peta lebih besar